MenPAN-RB Klarifikasi Isu PHK Massal Honorer: Efisiensi Anggaran atau Ancaman Ketenagakerjaan?

Jakarta – Rencana penghapusan tenaga honorer terus menjadi perbincangan hangat di kalangan pegawai non-ASN. Di tengah kekhawatiran akan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat efisiensi anggaran, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, akhirnya buka suara. Ia menegaskan bahwa pemerintah tengah menyiapkan strategi agar kebijakan ini tetap mengakomodasi kesejahteraan tenaga honorer yang terdampak.


Latar Belakang Kebijakan: Efisiensi atau Restrukturisasi?

Kebijakan penghapusan tenaga honorer ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam aturan tersebut, status tenaga honorer akan dihapus pada November 2023, namun pemerintah akhirnya memperpanjang batas waktu hingga 2024-2025 dengan tujuan memberikan solusi yang lebih baik bagi pegawai non-ASN.

Menurut Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, langkah ini bukan sekadar pemangkasan anggaran, tetapi bagian dari reformasi birokrasi yang bertujuan menciptakan sistem kepegawaian yang lebih tertata.

“Kita tidak ingin ada PHK massal tanpa solusi. Pemerintah sedang mencari formulasi terbaik agar tenaga honorer tetap mendapat tempat dalam sistem kepegawaian yang baru,” ujar Anas dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (12/2).

Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa efisiensi anggaran menjadi salah satu faktor utama dalam kebijakan ini. Pemerintah daerah, yang selama ini mengandalkan tenaga honorer, juga harus menyesuaikan alokasi anggaran agar lebih fokus pada penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).


Dampak Langsung bagi Tenaga Honorer

Perubahan kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi sekitar 2,3 juta tenaga honorer di berbagai sektor, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan administrasi pemerintahan.

🔴 Dampak yang Dikhawatirkan:

  1. PHK Massal – Tenaga honorer yang tidak lolos seleksi ASN atau PPPK dikhawatirkan akan kehilangan pekerjaan.
  2. Ketidakpastian Status – Banyak tenaga honorer masih bingung dengan mekanisme seleksi ulang dan syarat untuk menjadi PPPK.
  3. Penurunan Kesejahteraan – Dengan adanya peralihan status, kemungkinan ada perubahan dalam besaran gaji, tunjangan, dan perlindungan kerja bagi tenaga honorer.

Di beberapa daerah, pegawai honorer sudah mulai menerima pemutusan kontrak secara bertahap, meskipun pemerintah pusat menjanjikan bahwa mereka tetap akan diprioritaskan dalam rekrutmen PPPK.

Salah satu tenaga honorer di bidang kesehatan, Rina (40), seorang perawat di Puskesmas Jakarta Timur, mengaku cemas dengan ketidakpastian nasibnya. “Saya sudah 12 tahun bekerja sebagai honorer, tetapi sekarang harus ikut tes lagi untuk jadi PPPK. Kalau tidak lulus, saya harus cari pekerjaan lain. Padahal, usia saya sudah tidak muda lagi,” keluhnya.


Solusi Pemerintah: Rekrutmen ASN & PPPK Jadi Prioritas

Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian PANRB menyiapkan beberapa langkah strategis, di antaranya:

  1. Meningkatkan Kuota PPPK
    ✅ Pemerintah menargetkan lebih dari 1 juta formasi PPPK pada tahun 2024-2025, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan.
  2. Seleksi Khusus bagi Tenaga Honorer Lama
    Mereka yang telah lama mengabdi akan mendapat afirmasi nilai tambahan dalam seleksi PPPK atau ASN.
  3. Mekanisme Alih Daya ke Swasta
    ✅ Bagi yang tidak masuk PPPK, ada opsi untuk dialihkan ke sektor swasta melalui program kerja sama dengan BUMN dan perusahaan swasta.
  4. Insentif dan Pendampingan Karir
    ✅ Beberapa tenaga honorer yang terdampak akan mendapatkan pendampingan karir, pelatihan kerja, serta bantuan insentif untuk masa transisi.

Tanggapan DPR dan Serikat Pekerja

Meski pemerintah menjanjikan berbagai solusi, kebijakan ini tetap mendapat kritikan dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan serikat pekerja.

Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menilai bahwa kebijakan ini masih belum memiliki peta jalan yang jelas. “Kami mendukung efisiensi anggaran, tetapi jangan sampai kebijakan ini justru memperburuk kesejahteraan tenaga honorer yang selama ini menjadi tulang punggung pelayanan publik,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Forum Honorer Nasional (FHN), Supardi, menegaskan bahwa tenaga honorer membutuhkan kepastian hukum, bukan sekadar janji solusi. “Kami berharap ada regulasi yang menjamin bahwa tenaga honorer yang sudah lama bekerja mendapat prioritas diangkat menjadi ASN atau PPPK, tanpa harus melewati seleksi ketat seperti peserta umum,” katanya.


Kesimpulan: Masa Depan Honorer Masih Abu-abu

📌 Kebijakan penghapusan tenaga honorer memang bertujuan untuk menciptakan efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi. Namun, tantangan utama adalah memastikan bahwa transisi ini tidak justru menimbulkan PHK massal yang berdampak pada kesejahteraan ribuan tenaga honorer di seluruh Indonesia.

📌 Pemerintah telah menyiapkan beberapa solusi, termasuk peningkatan kuota PPPK, seleksi khusus, dan insentif transisi. Namun, masih ada kekhawatiran mengenai kejelasan implementasi kebijakan ini di lapangan.

📌 Dengan berbagai tantangan yang ada, pemerintah dituntut untuk memberikan kebijakan yang lebih konkret, terstruktur, dan tidak merugikan tenaga honorer. Tanpa solusi yang tepat, dikhawatirkan kebijakan ini justru akan meningkatkan angka pengangguran di Indonesia.

📢 Bagaimana menurut Anda? Apakah kebijakan ini sudah cukup adil bagi tenaga honorer?