Jakarta – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti lonjakan vonis bebas di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar), yang dinilai tidak biasa dan memicu pertanyaan mengenai profesionalisme aparat penegak hukum di wilayah tersebut.
Dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung, anggota Komisi III DPR menyinggung tingginya jumlah terdakwa yang dibebaskan oleh pengadilan dalam beberapa bulan terakhir. Menurut mereka, hal ini bisa menjadi indikator lemahnya konstruksi hukum yang dibangun oleh jaksa penuntut atau adanya potensi intervensi dalam proses peradilan.
Lonjakan Vonis Bebas Jadi Sorotan
Data yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan adanya tren peningkatan vonis bebas terhadap terdakwa dalam kasus-kasus yang ditangani oleh Kejati Kalbar. Beberapa kasus yang seharusnya memiliki bukti kuat justru berujung pada pembebasan terdakwa di tingkat pengadilan, memunculkan dugaan adanya kelemahan dalam penyusunan dakwaan atau pengumpulan alat bukti oleh jaksa.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso, menegaskan bahwa kondisi ini harus menjadi perhatian serius Kejaksaan Agung. Ia menilai, jika banyak terdakwa yang dibebaskan, maka ada dua kemungkinan yang perlu ditelaah lebih jauh.
“Pertama, apakah jaksa tidak profesional dalam menyusun dakwaan dan mengajukan tuntutan? Kedua, apakah ada faktor lain, misalnya intervensi atau permainan dalam proses peradilan? Ini yang harus dikaji lebih dalam,” ujar Santoso dalam rapat tersebut.
Hal senada disampaikan oleh Arteria Dahlan dari Fraksi PDIP, yang menilai bahwa lonjakan vonis bebas ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kejaksaan. Ia meminta Kejaksaan Agung melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja para jaksa di Kejati Kalbar dan memastikan tidak ada penyimpangan dalam setiap tahap proses hukum.
Kejati Kalbar Bantah Dugaan Penyimpangan
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Widyo Pramono, menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja secara profesional dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa putusan bebas merupakan bagian dari dinamika peradilan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali jaksa penuntut umum.
“Kami selalu mengajukan tuntutan berdasarkan alat bukti yang ada. Namun, putusan tetap menjadi kewenangan hakim, dan kami menghormati setiap keputusan yang dijatuhkan oleh pengadilan,” ujarnya.
Widyo juga menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi internal terhadap sejumlah kasus yang mengalami vonis bebas untuk memastikan bahwa jaksa yang menangani perkara telah bekerja secara profesional dan tidak melakukan kelalaian dalam penyusunan dakwaan.
Desakan Evaluasi dan Reformasi Penegakan Hukum
Menyikapi lonjakan vonis bebas ini, sejumlah pengamat hukum mendesak adanya reformasi dalam sistem penegakan hukum, khususnya dalam aspek penyusunan dakwaan dan strategi pembuktian di pengadilan.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof. Indriyanto Seno Adji, menilai bahwa tingginya jumlah vonis bebas bisa menjadi sinyal adanya kelemahan dalam strategi hukum yang diterapkan oleh jaksa.
“Jaksa harus lebih cermat dalam mengajukan dakwaan dan memastikan bahwa alat bukti yang disajikan benar-benar cukup untuk meyakinkan hakim. Jika tidak, vonis bebas akan terus terjadi dan dapat merugikan upaya penegakan hukum,” kata Indriyanto.
Di sisi lain, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) mengingatkan bahwa vonis bebas juga bisa menjadi indikator bahwa proses peradilan berjalan secara lebih objektif dan tidak sekadar menghukum tanpa dasar hukum yang kuat.
“Dalam sistem peradilan yang sehat, vonis bebas adalah hal yang wajar jika memang tidak ada bukti yang cukup. Namun, yang harus diteliti adalah apakah memang kelemahan ada di jaksa, atau ada faktor lain yang mempengaruhi putusan hakim,” ujar Direktur LeIP, Miko Ginting.
Kesimpulan
Sorotan Komisi III DPR terhadap lonjakan vonis bebas di Kejati Kalbar menunjukkan adanya keprihatinan terhadap profesionalisme aparat penegak hukum di daerah tersebut. Evaluasi terhadap kinerja jaksa dan transparansi dalam proses peradilan menjadi langkah yang perlu dilakukan agar kepercayaan publik terhadap sistem hukum tetap terjaga.
Pihak kejaksaan sendiri menegaskan bahwa mereka bekerja sesuai prosedur dan menghormati keputusan pengadilan. Namun, desakan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan dalam proses penuntutan terus bergema sebagai bentuk komitmen terhadap keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.