Bisakah Pemerintah Mewajibkan Aplikator Membayar THR untuk Driver Ojol? Ini Analisis Hukumnya

Jakarta – Menjelang Hari Raya Idulfitri, muncul kembali perdebatan mengenai apakah perusahaan aplikator transportasi online wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pengemudi ojek online (ojol). Polemik ini semakin menghangat setelah sejumlah serikat pengemudi mendesak pemerintah agar menerbitkan regulasi yang mengharuskan perusahaan seperti Gojek, Grab, dan ShopeeFood membayar THR bagi mitra pengemudinya.

Namun, pertanyaannya: bisakah negara secara hukum memaksa aplikator untuk membayar THR kepada driver ojol?

Status Hubungan Kerja: Mitra atau Karyawan?

Salah satu tantangan utama dalam mewajibkan pembayaran THR adalah status hubungan kerja antara aplikator dan driver. Saat ini, perusahaan ride-hailing di Indonesia mengategorikan pengemudi ojol sebagai mitra, bukan karyawan tetap.

Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR hanya wajib diberikan kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan, baik dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Karena para driver ojol dianggap sebagai mitra independen dan tidak memiliki perjanjian kerja yang bersifat tetap dengan aplikator, maka perusahaan tidak berkewajiban memberikan THR sesuai regulasi yang berlaku bagi karyawan formal.

Namun, sejumlah pengamat hukum ketenagakerjaan menilai bahwa status mitra ini masih bisa diperdebatkan. “Jika hubungan kerja antara aplikator dan pengemudi memenuhi unsur perintah, pengawasan, dan keterikatan dalam sistem kerja, maka bisa saja dikategorikan sebagai hubungan kerja formal. Ini yang perlu diuji lebih lanjut,” ujar Prof. Roni Iskandar, pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia.

Desakan Serikat Pekerja dan Respons Pemerintah

Serikat pekerja yang mewakili pengemudi ojol telah lama memperjuangkan hak THR bagi para driver. Ketua Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Igun Wicaksono, menegaskan bahwa pengemudi ojol seharusnya mendapatkan hak yang setara dengan pekerja di sektor lainnya.

“Kami bekerja penuh waktu, mengikuti aturan aplikator, bahkan mendapatkan sanksi jika melanggar kebijakan mereka. Jika perusahaan bisa menetapkan tarif dan aturan kerja, seharusnya mereka juga bisa diwajibkan membayar THR,” kata Igun.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan bahwa saat ini belum ada regulasi yang secara eksplisit mewajibkan aplikator membayar THR kepada mitra pengemudi.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan bahwa pemerintah terus mengkaji model hubungan kerja di industri gig economy, termasuk ojek online. “Kami tidak bisa serta-merta mewajibkan tanpa ada landasan hukum yang kuat. Namun, kami juga mendorong aplikator agar memberikan insentif atau bentuk apresiasi lainnya kepada mitra pengemudi menjelang hari raya,” ujar Ida.

Solusi: Skema Insentif atau Regulasi Baru?

Beberapa negara telah mulai mengatur hak pekerja gig economy agar mendapatkan perlindungan lebih baik. Di Inggris, misalnya, pengadilan memutuskan bahwa pengemudi Uber bukan hanya sekadar mitra, melainkan pekerja yang berhak mendapatkan gaji minimum dan tunjangan.

Di Indonesia, opsi regulasi semacam ini masih terbuka, tetapi membutuhkan kajian mendalam. Alternatif lain adalah melalui kebijakan insentif dari aplikator, seperti bonus khusus menjelang hari raya yang dapat menggantikan konsep THR.

Sejumlah aplikator di Indonesia sendiri sebenarnya sudah menerapkan program semacam itu. Misalnya, Gojek dan Grab beberapa kali memberikan insentif khusus untuk pengemudi dalam bentuk bonus atau voucher, meski sifatnya tidak wajib dan berbeda dengan konsep THR yang berlaku bagi karyawan formal.

Menurut pengamat ekonomi digital, Dr. Bhima Yudhistira, solusi ideal adalah adanya aturan yang lebih jelas mengenai perlindungan sosial bagi pekerja di sektor digital. “Jika aplikator terus mengandalkan status mitra tanpa perlindungan yang memadai, ini akan menjadi polemik tahunan. Pemerintah harus membuat regulasi yang adil bagi kedua belah pihak,” ujarnya.

Kesimpulan

Secara hukum, saat ini negara belum bisa secara langsung mewajibkan aplikator membayar THR bagi driver ojol karena status mereka masih dianggap mitra dan bukan karyawan. Namun, dengan semakin besarnya tekanan dari serikat pekerja dan perkembangan regulasi di berbagai negara, kemungkinan adanya perubahan aturan di masa depan tetap terbuka.

Untuk saat ini, opsi terbaik bagi pengemudi ojol adalah terus menekan aplikator agar memberikan insentif khusus menjelang hari raya, sementara pemerintah diharapkan bisa merumuskan kebijakan yang lebih adil bagi para pekerja di sektor gig economy.