Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Pemerintah Singapura memberikan syarat terkait permintaan ekstradisi terhadap buronan kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos. Negeri Singa menghendaki agar Tannos diadili di Singapura sebagai bagian dari persyaratan untuk kerja sama hukum dengan Indonesia.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa komunikasi antara otoritas Indonesia dan Singapura masih terus berlangsung untuk mencari solusi terbaik dalam menangani kasus ini.
“Kami sudah mengajukan permintaan kepada pihak berwenang di Singapura, namun mereka memiliki kebijakan hukum tersendiri. Salah satu syarat yang mereka ajukan adalah agar Paulus Tannos diproses hukum di sana,” ujar Alexander dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/2).
Status Paulus Tannos sebagai Buronan
Paulus Tannos merupakan tersangka dalam kasus megakorupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Ia melarikan diri ke luar negeri sejak kasus ini mulai terungkap. Pada 2021, KPK secara resmi memasukkan namanya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam perkembangan terbaru, KPK telah melibatkan otoritas Singapura melalui kerja sama hukum lintas negara untuk membawanya kembali ke Indonesia. Namun, hingga kini, Singapura tetap mempertahankan kebijakan yang mengutamakan pengadilan di negaranya sendiri bagi orang yang berada dalam yurisdiksinya.
“Kami tentu ingin Paulus Tannos diadili di Indonesia sesuai dengan sistem hukum kita, tetapi dalam kerja sama internasional, ada batasan yang harus kita perhatikan. Kami masih terus berkomunikasi dengan pihak terkait,” tambah Alexander.
Sikap Pemerintah Indonesia
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa pemerintah akan mencari solusi terbaik untuk memastikan Tannos dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Kami memahami posisi Singapura dan menghormati kedaulatan hukumnya. Namun, kami juga tetap berupaya agar kasus ini bisa diselesaikan sesuai sistem hukum Indonesia,” kata Hadi.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri dan Kejaksaan Agung, tengah mengkaji opsi hukum yang memungkinkan ekstradisi atau bentuk kerja sama lainnya agar proses hukum terhadap Tannos dapat berjalan sesuai dengan standar keadilan.
Preseden dalam Kerja Sama Hukum Indonesia-Singapura
Kasus Paulus Tannos bukanlah pertama kalinya Indonesia menghadapi tantangan dalam ekstradisi buronan keuangan atau korupsi yang bersembunyi di Singapura. Negeri tersebut dikenal memiliki kebijakan ketat dalam menangani permintaan ekstradisi, meskipun telah menandatangani Perjanjian Ekstradisi dengan Indonesia pada 2022.
Namun, perjanjian tersebut belum sepenuhnya berjalan efektif karena masih harus melalui ratifikasi lebih lanjut di parlemen kedua negara. Oleh karena itu, kasus seperti ini sering kali memerlukan diplomasi dan negosiasi panjang agar dapat mencapai kesepakatan hukum yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dampak terhadap Pemberantasan Korupsi
Penanganan kasus Tannos akan menjadi tolok ukur efektivitas kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi. Indonesia selama ini menghadapi tantangan dalam mengejar buronan yang kabur ke luar negeri, terutama ke negara-negara dengan kebijakan hukum berbeda.
Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, menilai bahwa Indonesia harus terus memperkuat kerja sama dengan negara lain agar tidak menjadi “surga” bagi buronan korupsi.
“Kasus seperti ini harus menjadi pelajaran bahwa kita perlu memperketat sistem pengawasan keuangan dan imigrasi agar buronan tidak mudah melarikan diri. Selain itu, kerja sama dengan Singapura dan negara lain perlu diperkuat agar tidak ada tempat aman bagi koruptor,” ujarnya.
Kesimpulan
Syarat yang diajukan Singapura untuk mengadili Paulus Tannos di negaranya menjadi tantangan bagi KPK dan pemerintah Indonesia dalam membawa buronan korupsi kembali ke tanah air. Meski begitu, upaya negosiasi masih terus dilakukan guna menemukan jalan keluar terbaik dalam penegakan hukum.
Kasus ini juga menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama hukum internasional demi menutup celah bagi pelarian koruptor. Dengan tekanan publik yang semakin besar, keberhasilan membawa Paulus Tannos ke pengadilan akan menjadi bukti nyata komitmen negara dalam perang melawan korupsi.